Observasi Gumuk Pasir dan Desa Wisata Tembi sebagai destinasi
berbasis ekowisata
Pada tanggal 9 Februari 2014 kami
mengunjungi Museum Geopasial, Gumuk Pasir dan Desa Wisata Tembi. Disana kami
melakukan observasi untuk mengetahui lokasi wisata tersebut bisa dikatakan
sebagai tujuan wisata berbasis ekowisata atau tidak.
Pada dasarnya semua lokasi yang memiliki daya tarik (
point of interest ) bisa dijadikan sebagai paket wisata yang berbasis ekowisata
asalkan mempertimbangkan daya dukung dan prinsip-prinsip ekowisata di lokasi tersebut. Prinsip-prinsip ekowisata meliputi konservasi alam dan budaya, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan kelestarian alampun masih tetap terjaga.
Gumuk pasir (sand dunes) merupakan fenomena alam
berupa gundukan-gundukan pasir menyerupai bukit akibat pergerakan angin.
Istilah ‘gumuk’ berasal dari bahasa jawa yang berarti gundukan atau sesuatu
yang menyembul dari permukaan datar.
Gumuk pasir dapat terbentuk di pantai selatan DIY
karena mempunyai persyaratan yang dibutuhkan untuk pembentukan gumuk pasir,
yaitu : pantainya landai; tersedia pasir dalam jumlah yang banyak; gelombang
laut yang mampu menghempaskan pasir ke darat; arus sepanjang pantai cukup kuat,
dengan perbedaan pasang surut yang cukup besar; dan perbedaan jelas antara
musim kemarau dan musim penghujan. Proses terjadinya gumuk pasir di pantai
Parangtritis tak bisa lepas dari keberadaan Gunung Merapi, Kali Opak, Kali
Progo dan graben Bantul. Peran gunung Merapi sangat besar dalam proses
pembentukan Gumuk pasir, yaitu sebagai penyedia pasir yang utama. Pasir dari
Merapi terbawa aliran sungai Progo dan Opak menuju laut selatan. Ketika pasir
sampai di muara sungai, pasir tersebut terbawa gelombang laut yang kuat
sehingga terkikis menjadi butiran pasir sangat halus. Adanya angin yang cukup
kuat menerbangkan butiran-butiran pasir ke daratan. Di daratan, butiran pasir
masih mengalami pergerakan oleh aktivitas angin. Pada waktu-waktu tertentu,
seperti musim peralihan terjadi hembusan angin yang sangat kencang dan kuat
berhasil membawa pasir lebih banyak sehingga terbentuk gundukan-gundukan pasir
seperti bukit-bukit kecil yang dikenal dengan gumuk pasir. Untuk menghasilkan
gumuk pasir seperti yang terlihat seperti sekarang ini, dibutuhkan waktu yang
tidak sedikit, hingga ribuan tahun.
Akan tetapi dulu karena kurang mengertinya fenomena unik
ini banyak vegetasi – vegetasi yang tumbuh di area gumuk pasir tersebut yang
ditanam secara sengaja. Hal ini tentu saja menjadi salah satu penghambat
terjadinya “gumuk”. Selain itu masyarakat sekitar lokasi juga belum ikut
berperan aktif dalam memanagemen lokasi wisata tersebut. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Gumuk Pasir itu adalah
ekowisata yang belum berjalan potensi ekowisatanya.
Desa wisata Tembi merupakan nama
suatu daerah ( desa ) yang diadaptasi menjadi sebuah lembaga kebudayaan Rumah
Budaya Tembi. Di desa ini kita bisa menginap di cottage maupun rumah – rumah
warga (live in). Di Tembi terdapat tempat - tempat yang bisa dikunjungi, ada galeri
batik, sebuah cottage cantik, restoran yang unik dan sebuah galeri lukisan.
Disini kita juga bisa melihat pembuatan aneka kerajinan khas Yogyakarta,
seperti keranjang anyaman dan aneka dompet. Selain itu juga ada Museum Rumah
Budaya Tembi yang memiliki koleksi yang cukup variatif seperti peralatan
tradisional masyarakat Jawa, keris, tombak, peralatan bertani, peralatan seni
membatik, gamelan dan lain sebagainya. Destinasi ini
tetap mempertahankan atau mengkonservasi budaya Jawa dan masyarakat sekitar pun
juga ikut berperan aktif dalam memanagemen lokasi wisata tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa Desa Wisata
Tembi merupakan salah satu contoh lokasi yang sudah mulai berjalan
ekowisatanya.